Kasus pembobolan dana perusahaan asuransi di bawah bendera BUMN, PT Askrindo terus bergulir. Tersangka kasus ini bertambah empat, sehingga totalnya menjadi tujuh orang. Semuanya sudah ditahan. Setelah menahan Direktur PT Tranka Kabel (TK) Umar Zen alias A Chung pada Jumat (9/12), Polda Metro Jaya kemudian me¬nahan empat manajer investasi. Ke-empat manajer investasi itu disangka terlibat pengalihan dana Askrindo sebesar Rp 439 miliar ke 10 perusahaan investasi. Keterangan tentang penahanan ter¬sebut, disampaikan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Metro Jaya Kombes Sufyan S, kemarin.
”Dua orang dari PT Askrindo, satu orang pe¬nerima aliran dana dan empat orang manajer investasi,” urai Suf¬yan. Namun, dia tidak mau mem¬beberkan peran empat ma¬najer investasi tersebut.
Kendati begitu, sumber di ling¬kungan Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya meng¬in¬for¬ma¬sikan, empat manajer investasi itu mengelola aset Askrindo yang di-alihkan ke perusahaan investasi. “Peran empat tersangka itu di¬ketahui dari pengakuan tersangka Re¬ne Setiawan dan Zulfan Lu¬bis,” ujarnya.
Sekadar mengingatkan, dua orang dari PT Askrindo, yakni bekas Direktur Keuangan Askrindo Zulfan Lubis (ZL) dan bekas Kepala Investasi Keuangan As-krindo Rene Setiawan (RS) sudah lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka, tepatnya pada 18 Agustus 2011.
Saat diperiksa, lanjut sumber itu, Rene dan Zulfan menyebutkan bahwa ada dana Askrindo yang mereka alihkan ke perusahaan investasi. Sedikitnya terdapat 10 perusahaan manajer in¬vestasi yang diduga menjadi tem¬pat penampungan duit Askrindo. “Peran mereka sangat signifikan di situ,” ucapnya.
Sumber tersebut juga menjelaskan bagaimana peran Direktur PT Tranka Kabel Umar Zen dalam kasus ini.
“Ada penyitaan Rp 120 miliar dari rumah Umar Zen. Setelah penyitaan itu, penyidik meme¬riksa Umar secara intensif dan menelisik rekening atas nama istri Umar, Tantri yang berisi Rp 400 miliar,” ungkapnya.
Menurut sumber ini, hubungan antar tersangka sudah jelas. Umar, misalnya, mengajukan kredit lewat fasilitas Letter of Credit (L/C) untuk menutupi dana yang dialihkan ke perusahaan investasi. “Itu dilakukan se¬cara bersama-sama,” ujarnya.
Yang jelas, menurut Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Sufyan S, para tersangka dikenakan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang Un¬dang Nomor 31 tahun 1999 ten¬tang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 ayat (1) huruf a dan b Undang Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Ditanya, apakah jumlah tersangka kasus tersebut akan ber¬tam¬bah lagi, Sufyan tidak me¬ne¬pisnya. Soalnya, penyidik masih mengembangkan kasus tersebut. “Kasus ini masih kami proses,” ujarnya.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Baharudin Djafar menambahkan, penyidik telah mengorek keterangan 37 saksi perkara ini, termasuk saksi ahli.
Saksi ahli itu antara lain dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK). Ada pula ahli pidana, ahli tindak pidana pencucian uang dan ahli investasi. Penyidik juga telah memblokir 24 rekening.
Sebelumnya, penyidik Polda Metro Jaya telah mengirimkan berkas perkara tersangka Rene dan Zulfan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.Namun, hingga kemarin, berkas dua tersangka te rsebut belum dinyatakan lengkap oleh jaksa peneliti perkara ini. Jaksa peneliti meminta penyidik Polda Metro Jaya melengkapi berkas perkara dua tersangka kasus ini dengan keterangan saksi ahli tambahan. Nah, saksi tam¬bahan itu antara lain dari BPKP dan Bapepam LK.
Mampukah Askrindo Mencicil Kerugian Itu…
Reka Ulang
PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) berupaya mengembalikan dana penyimpangan in¬vestasi secara bertahap. Perusahaan asuransi di bawah bendera BUMN ini menargetkan, kerugian sekitar Rp 435 miliar akan lunas dalam lima tahun ke depan.
Direktur Keuangan, Investasi dan Teknologi Informasi PT Askrindo, Widya Kuntarto menyatakan, pihaknya telah merancang skema pengembalian dana secara bertahap. Yakni Rp 25 miliar sam¬pai Rp 30 miliar pada 2012, Rp 50 miliar sampai Rp 75 miliar pada 2013, Rp 75 miliar sampai Rp 100 miliar pada 2014 dan sisanya hingga 2016.
Saat ini, Askrindo baru bisa me¬narik dana Rp 5 miliar dari Jakarta Securites, satu dari lima perusahaan pengelola aset ma¬najemen dana Askrindo. Jakarta Investment dan Batavia Prosperindo Financial Services juga sudah mengembalikan duit, masing-masing sebesar Rp 250 juta, sebagai pembayaran repo saham. “Perintah pemegang saham, kami menyelesaikan persoalan ini, ter¬masuk melakukan restrukturisasi pengembalian dana,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Askrindo, Antonius Chandra Satya Napitupulu mengatakan, pi¬haknya telah bekerja sama de¬ngan kepolisian, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lem¬baga Keuangan (Bapepam LK) serta lembaga terkait untuk menuntaskan kasus ini. Askrindo juga menghentikan per¬janjian dengan lima perusahaan manajer investasi.
Dari sisi kinerja, tahun depan Askrindo ditargetkan memperoleh peringkat kesehatan “AA” sebagai salah satu perusahaan BUMN. Dari sisi kinerja, akhir tahun lalu Askrindo mencatatkan rugi sekitar Rp 191,2 miliar. Lan¬taran itu, Askrindo bakal berhati-hati memarkir dana kelolaan.
Tahun depan, Askrindo mengincar dana kelolaan menembus Rp 2,2 triliun, naik 40 persen dibandingkan akhir Oktober 2011 sebesar Rp 1,6 triliun.
Ke depan, Askrindo akan mengembangkan bisnis dan tetap melaksanakan penjaminan kredit usaha rakyat (KUR). Termasuk lebih selektif menutup risiko maupun menerima klaim. “Kami akan menjalin kerjasama dengan bank penyalur KUR untuk meningkatkan analisis dan profil bisnis,” ucapnya.
Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengingatkan, proses pelimpahan berkas perkara jadi bagian penting dalam penuntasan sebuah kasus. Dengan pelimpahan berkas perkara ke kejaksaan, maka harapan untuk menyelesaikan perkara ini di pe¬ngadilan menjadi lebih terbuka.
“Proses persidangan akan terbuka. Di situ fakta-fakta akan terungkap secara jelas. Dari pe¬ngadilan pula, kepolisian bisa menindaklanjuti proses penyusunan berkas perkara tersangka lain,” ujarnya.
Makanya, dia berharap, proses pelimpahan berkas perkara dua tersangka kasus ini, segera dinyatakan lengkap oleh kejaksaan. Dengan begitu, usaha polisi mengungkap perkara ini bisa terus ditindaklanjuti. Karena, selain mempercepat pro-ses penuntasan perkara, hal tersebut juga menuntun penyidik me¬nentukan siapa lagi yang layak dijadikan tersangka. “Fakta persidangan menjadi salah satu faktor yang men¬dorong keberhasilan meng¬ung¬kap perkara,” ujarnya.
Tapi, menurut Boyamin, jika fakta-fakta yang terungkap itu tidak ditindaklanjuti, maka kepolisian bisa digugat karena mengabaikan fakta yang ada. “Apalagi fakta itu fakta yang punya kadar sangat penting,” tandasnya.
Selain itu, ingatnya, setelah menahan para tersangka kasus ini, kepolisian tidak boleh berlarut-larut dalam melimpahkan berkas perkara ke kejaksaan. Jika itu yang terjadi, kemungkinan tersangkanya bisa lolos dari jerat hukum. “Tidak cukup bukti, maka perkara di-SP3.”
Pada bagian lain, Polri yang disebut telah menyita aset tersangka Umar Zen sebesar Rp 120 miliar, harus transparan mengungkap hal tersebut. “Segera sam-paikan kepada publik, siapa-siapa saja yang diduga terkait dengan tindak pidana Umar Zen ini,” tandasnya.
Anggota Komisi III DPR Desmon J Mahesa mengingatkan, meski tersangkanya telah bertambah, bukan berarti kasus PT Askrindo sudah selesai. Soalnya, menurut dia, dugaan ke¬terlibatan kelompok elit dalam perkara pembobolan duit Rp 439 miliar ini belum terungkap.
Lantaran itu, Desmon meminta kepolisian intensif menindaklanjuti kasus tersebut. Artinya, penanganan kasus Askrindo hendaknya tidak sebatas pada siapa penerima aliran dana haram tersebut.
Pembuat kebijakan serta pengawas lembaga keuangan, menurutnya, juga harus dimin¬tai pertanggungjawaban. “Bagaimana bentuk pengawasannya, apakah ada kesalahan di situ, hendaknya menjadi fokus perhatian juga,” tandasnya.
Dengan kata lain, tegas Desmon, kepolisian tidak boleh menghentikan proses pen-yidikan sampai di sini. “Perkara ini belum selesai. Masih banyak yang belum terungkap,” tegasnya.
Dia menggarisbawahi, kerugian keuangan negara yang sangat besar dan dalam kurun waktu panjang, menandakan bahwa kasus ini kompleks. Se¬lain pola kejahatannya yang terstruktur, pelaku kasus ini patut diduga berasal dari beberapa lapisan.
Golongan pelaku, lanjut dia, adalah orang-orang intelek yang memiliki kekuatan atau kedudukan. Dengan jabatan yang disandangnya tersebut, pelaku diduga bisa menjalankan aksi kejahatannya secara leluasa. “Persoalan inilah yang semestinya diungkap. Jangan hanya menangkap pelaku yang kecil-kecil,” tandasnya.
http://www.allianz.co.id/NR/rdonlyres/F2EA3928-2CB6-4584-AC7E 4325243AAD7C/5272/BookletAsuransiKredit.pdf
http://www.rakyatmerdekaonline.com/read/2011/12/13/48812/Polisi-Dalami-Keterlibatan-Pengusaha-&-Manajer-Investasi-